Ein Teiljener Krafte die stets das Gute
schaff
(aku adalah satu bagian dari suatu tenaga
yang selalu menghendaki yang buruk dan selalu menghasilkan yang baik)
(Faust
- Johann Wolfgang von Goethe)
Dalam kritiknya terhadap
demokrasi terpimpin Soekarno, Hatta mengibaratkan Soekarno sebagai keballikan
dari Mephistopheles, tokoh dalam hikayat Faust karya Johann Wolfgang von Goethe. Mephistopheles berkata: Ein Teiljener
Krafte die stets das Gute schaff (aku adalah satu bagian dari suatu tenaga yang
selalu menghendaki yang buruk dan selalu menghasilkan yang baik). Maka
Soekarno adalah kebalikannya.
Tulisan ini tidak berusaha untuk mengupas kritik Hatta
terhadap Soekarno ataupun novel Faust yang legendaris itu, namun lebih
menitikberatkan Mephistopheles, tokoh fiktif yang dipergunakan Hatta dalam
menulis kritik terhadap sahabatnya itu.
Baik Goethe maupun Hatta memperkenalkan suatu karakter
baru dalam melakukan koreksi diri, Goethe menciptakan suatu karakter yang
mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal – hal yang bertujuan buruk namun
kenyataan yang terjadi merupakan kebaikan, sedangkan perlawanan dari karakter
ini adalah suatu karakter yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal –
hal yang bertujuan baik namun kenyataan yang terjadi merupakan keburukan.
Lalu siapakah kita? Mephistopheles atau bentuk perlawanan
dari mephistopheles? Dalam beragam interaksi kita sebagai mahluk sosial di muka
bumi ini tentu kita sebagai masing – masing pribadi mempunyai cara pandang
tersendiri tentang kehidupan, Gandhi, Bunda Theresa atau mandela dengan
filsafat humanis, Nietze, Hawkins dengan filsafat nihilisme nya. Masing –
masing mempunyai cara pandang tersendiri tentang hidup dan kehidupan. Kitab
Suci mengingatkan untuk “Fastabiqul Khoirat“ (Berlomba – lomba dalam mengahsilkan suatu
kebaikan/kebermanfaatan)
Jika
kita melihat dalam kacamata yang lebih sempit, dalam lingkungan kita sehari –
hari atau bahkan dalam pribadi kita, kita lebih sering melakukan hal – hal yang
berkebalikan dari yang dilakukan Mephisthopeles, kita sering kali berniat untuk
melakukan yang baik namun berujung pada keburukan. Lalu bagaimana dengan
Mephisthopeles sendiri, bagaimana nilai sesuatu yang diawali dengan niat yang
buruk. Tentunya juga tidak dibenarkan walaupun pada akhirnya berakhir pada
kebaikan.
Idealnya,
seorang melakukan sesuatu yang baik diawali dengan niat yang baik. Sehingga
hasil dari perbuatan baiknya itu membawa kebaikan baik si pelaku serta membawa
manfaat bagi sekitar.
Nabi
Muhammad pernah mengatakan: “Nilai sesuatu tergantung dari niatnya, apabila niatnya baik, maka akan
dipermudah jalannya untuk mencapai kebaikan“ serta Ia juga mengingatkan : “Jika seseorang berniat melakukan keburukan
namun ia urungkan niatnya untuk melakuakan keburukan, maka niat buruknya itu
tidak mendatangkan keburukan (dosa) baginya“.
Mephistopheles
mungkin dengan bangga mengatakan: Ein Teiljener Krafte die stets das Gute schaff (aku adalah satu bagian
dari suatu tenaga yang selalu menghendaki yang buruk dan selalu menghasilkan
yang baik). Namun saya
lebih menyukai perkataan Nabi yunus dalam kitab suci: “Aku hanya menghendaki kebaikan semampuku.
Tiada keberhasilanku, kecuali dengan pertolongan Tuhan. KepadaNya aku berserah diri, dan kepadaNya
lah aku akan kembali (Al-Quran (XI:88)