Maradona merupakan salah satu tokoh legenda dunia, legenda sepak bola tepatnya, ia kerap kali jadi sorotan baik ketika di dalam maupun di luar lapangan sepak bola. Namun bukan itu yang akan dikupas dalam topik pembicaraan kali ini.
Saya tergelak ketika membaca salah satu judul episode dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi (saya sarankan anda juga untuk membacanya), dalam salah satu mozaik pada cerita tersebut ternyata tidak sama sekali membahas tentang sang legenda sepak bola tersebut apalagi menceritakan bahwa Maradona memang hafal Al quran (saya berdoa agar kelak maradona dapat mengenal quran) namun lebih kepada sosok sang "rais" pondok pesantren tersebut. Sang penulis justru membahas tentang sosok kyai yang ternyata juga pandai bermain sepak bola serta berbagai aktifitas lainnya.
Melihat ulasan penulis yang menggambarkan sosok sang kyai, penting untuk dicermati sesungguhnya sisi religius tidak harus menghilangkan sisi humanisme manusia yang timbul, karena memang sudah sepatutnya sisi religius justru harusnya memperkaya sifat ke khas-an manusia agar lebih inklusif bukan menjadi manusia ekskulif yang "hanya" bersosialisai secara vertikal dengan Tuhan.
Apa yang digambarkan Ahmad Fuadi sebenarnya bukan suatu yang baru karena memang dulu dalam sejarah dunia, bukan suatu rahasia salah satu imperium yang pernah berjaya di bumi ini adalah imperium islam yang religius nan modern. Disan lahir sosok - sosok cendikia yang justru lebih dikenal karena karya intelektual mereka berupa science, pelayaran, strategi, politik, seni, olah raga dan berbagai hal lainnya ketimbang sisi religius.
Kita mengenal Ibnu Rusyd dengan kajian filsafatnya, ibnu kholdun tentang kedalaman ilmu beliau mengenai sejarah, ibnu batutah tentang pertualangannya mengelilingi dunia atau sosok Rumi yang romantis sampai dengan Iqbal dengan puisi-puisinya. Dan perlu diingat mereka juga sosok religius yang dianggap sebagai ulama pada zamannya.
Tradisi "tawazun" atau seimbang memang saat ini terlihat kurang berkembang dalam dunia islam saat ini, mungkin benar perkataan salah seorang intelektual muslim abad ini " Islam sekarang terlalu Fiqih". Mungkin kita butuh sosok seperti kyai Rais dalam gambaran ahmad fuadi yang begitu kental dengan sisi humanisme-nya, kedalamannya dalam ilmu, sifat tolerannya dalam urusan sosial dan juga kepahamannya dengan Al Quran.
kedepan yang dibutuhkan oleh kita bukan sekedar sosok manusia religius "an sich", lebih dari itu sosok "yang mungkin Einsten yang paham hadist atau Newton yang rajin mengaji (tetap dalam bingkai kiasan khas ahmad fuadi seperti judul diatas).
Saya tergelak ketika membaca salah satu judul episode dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi (saya sarankan anda juga untuk membacanya), dalam salah satu mozaik pada cerita tersebut ternyata tidak sama sekali membahas tentang sang legenda sepak bola tersebut apalagi menceritakan bahwa Maradona memang hafal Al quran (saya berdoa agar kelak maradona dapat mengenal quran) namun lebih kepada sosok sang "rais" pondok pesantren tersebut. Sang penulis justru membahas tentang sosok kyai yang ternyata juga pandai bermain sepak bola serta berbagai aktifitas lainnya.
Melihat ulasan penulis yang menggambarkan sosok sang kyai, penting untuk dicermati sesungguhnya sisi religius tidak harus menghilangkan sisi humanisme manusia yang timbul, karena memang sudah sepatutnya sisi religius justru harusnya memperkaya sifat ke khas-an manusia agar lebih inklusif bukan menjadi manusia ekskulif yang "hanya" bersosialisai secara vertikal dengan Tuhan.
Apa yang digambarkan Ahmad Fuadi sebenarnya bukan suatu yang baru karena memang dulu dalam sejarah dunia, bukan suatu rahasia salah satu imperium yang pernah berjaya di bumi ini adalah imperium islam yang religius nan modern. Disan lahir sosok - sosok cendikia yang justru lebih dikenal karena karya intelektual mereka berupa science, pelayaran, strategi, politik, seni, olah raga dan berbagai hal lainnya ketimbang sisi religius.
Kita mengenal Ibnu Rusyd dengan kajian filsafatnya, ibnu kholdun tentang kedalaman ilmu beliau mengenai sejarah, ibnu batutah tentang pertualangannya mengelilingi dunia atau sosok Rumi yang romantis sampai dengan Iqbal dengan puisi-puisinya. Dan perlu diingat mereka juga sosok religius yang dianggap sebagai ulama pada zamannya.
Tradisi "tawazun" atau seimbang memang saat ini terlihat kurang berkembang dalam dunia islam saat ini, mungkin benar perkataan salah seorang intelektual muslim abad ini " Islam sekarang terlalu Fiqih". Mungkin kita butuh sosok seperti kyai Rais dalam gambaran ahmad fuadi yang begitu kental dengan sisi humanisme-nya, kedalamannya dalam ilmu, sifat tolerannya dalam urusan sosial dan juga kepahamannya dengan Al Quran.
kedepan yang dibutuhkan oleh kita bukan sekedar sosok manusia religius "an sich", lebih dari itu sosok "yang mungkin Einsten yang paham hadist atau Newton yang rajin mengaji (tetap dalam bingkai kiasan khas ahmad fuadi seperti judul diatas).