Judul : Rumah Kaca
Penulis : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Lentera di Pantara
Jumlah halaman :646
"Desposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles | Dia rendahkan mereka yang Berkuasa dan Naikkan Mereka yang Terhina"
Novel ini pun unik karena ada peralihan pusat penceritaan. jika pada tiga buku sebelumnya penceritaan berpusat pada Minke, maka pada buku ke empat ini penceritaan beralih pada seorang arkhivari atau juru arsip bernama Pangemanan dengan dua n. Peralihan ini juga simbolisasi dari usaha Hindia melumpuhkan sepak terjang Minke yang tulisannya membuat banyak orang, dalam istilah anak bawang Minke, Marco "Moentah darah".
Dalam buku ke empat ini Minke yang menjadi representasi pembangkangan anak terpelajar pribumi yang menjadi target nomor satu untuk ditangkap dan ditahan. yang unik justru ia ditahan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi atas semua tindak tanduknya. lewat arsip-arsip itulah ia dikurung. Dalam buku ini memperlihatkan bagaimana kegiatan arsip menjadi salah satu kegiatan politik paling menakutkan bagi aktivis pergerakan kemerdekaan yang tegabung dalam pelbagai organisasi. Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana - mana untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumah kaca-an.
Novel besar berbahasa Indonesia yang menguras energi pengarangnya untuk menampilkan embrio Indonesia dalam rangrangan negeri kolonial. Sebuah karya pascakolonial paling bergengsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar...