Kamis, 05 Februari 2015

Mephistopheles

 
Ein Teiljener Krafte die stets das Gute schaff
(aku adalah satu bagian dari suatu tenaga yang selalu menghendaki yang buruk dan selalu menghasilkan yang baik)
(Faust  - Johann Wolfgang von Goethe)

Dalam kritiknya terhadap demokrasi terpimpin Soekarno, Hatta mengibaratkan Soekarno sebagai keballikan dari Mephistopheles, tokoh dalam hikayat Faust karya Johann Wolfgang von Goethe. Mephistopheles berkata: Ein Teiljener Krafte die stets das Gute schaff (aku adalah satu bagian dari suatu tenaga yang selalu menghendaki yang buruk dan selalu menghasilkan yang baik). Maka Soekarno adalah kebalikannya.

            Tulisan ini tidak berusaha untuk mengupas kritik Hatta terhadap Soekarno ataupun novel Faust yang legendaris itu, namun lebih menitikberatkan Mephistopheles, tokoh fiktif yang dipergunakan Hatta dalam menulis kritik terhadap sahabatnya itu.

            Baik Goethe maupun Hatta memperkenalkan suatu karakter baru dalam melakukan koreksi diri, Goethe menciptakan suatu karakter yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal – hal yang bertujuan buruk namun kenyataan yang terjadi merupakan kebaikan, sedangkan perlawanan dari karakter ini adalah suatu karakter yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal – hal yang bertujuan baik namun kenyataan yang terjadi merupakan keburukan.

            Lalu siapakah kita? Mephistopheles atau bentuk perlawanan dari mephistopheles? Dalam beragam interaksi kita sebagai mahluk sosial di muka bumi ini tentu kita sebagai masing – masing pribadi mempunyai cara pandang tersendiri tentang kehidupan, Gandhi, Bunda Theresa atau mandela dengan filsafat humanis, Nietze, Hawkins dengan filsafat nihilisme nya. Masing – masing mempunyai cara pandang tersendiri tentang hidup dan kehidupan. Kitab Suci mengingatkan untuk “Fastabiqul Khoirat“ (Berlomba – lomba dalam mengahsilkan suatu kebaikan/kebermanfaatan)

Jika kita melihat dalam kacamata yang lebih sempit, dalam lingkungan kita sehari – hari atau bahkan dalam pribadi kita, kita lebih sering melakukan hal – hal yang berkebalikan dari yang dilakukan Mephisthopeles, kita sering kali berniat untuk melakukan yang baik namun berujung pada keburukan. Lalu bagaimana dengan Mephisthopeles sendiri, bagaimana nilai sesuatu yang diawali dengan niat yang buruk. Tentunya juga tidak dibenarkan walaupun pada akhirnya berakhir pada kebaikan.

Idealnya, seorang melakukan sesuatu yang baik diawali dengan niat yang baik. Sehingga hasil dari perbuatan baiknya itu membawa kebaikan baik si pelaku serta membawa manfaat bagi sekitar.

Nabi Muhammad pernah mengatakan: “Nilai sesuatu tergantung dari niatnya, apabila niatnya baik, maka akan dipermudah jalannya untuk mencapai kebaikan“ serta Ia juga mengingatkan : “Jika seseorang berniat melakukan keburukan namun ia urungkan niatnya untuk melakuakan keburukan, maka niat buruknya itu tidak mendatangkan keburukan (dosa) baginya“.

Mephistopheles mungkin dengan bangga mengatakan: Ein Teiljener Krafte die stets das Gute schaff (aku adalah satu bagian dari suatu tenaga yang selalu menghendaki yang buruk dan selalu menghasilkan yang baik). Namun saya lebih menyukai perkataan Nabi yunus dalam kitab suci:  Aku hanya menghendaki kebaikan semampuku. Tiada keberhasilanku, kecuali dengan pertolongan Tuhan. KepadaNya aku berserah diri, dan kepadaNya lah aku akan kembali (Al-Quran (XI:88)