Senin, 16 Januari 2012

Review Novel Jejak langkah

Judul : Jejak langkah
Penulis : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Lentera di Pantara
Jumlah halaman : 721

"Sudah lama aku dengar dan aku baca suatu negeri dimana semua orang sama dihadapan hukum. Tidak seperti di hindia ini, kata dongeng ini juga:
Negeri ini memashurkan, menjunjung dan memuliakan kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Aku ingin melihat negeri dongengan itu dalam kenyataan”

Jejak Langkah merupakan Novel ketiga dari tetralogi Buru, yang pertama Bumi manusia, periode yang bercerita tentang penyemaian dan kegelisahan. Novel kedua, anak semua bangsa, periode yang bercerita tentang pencarian spirit perjuangan dari kehidupan arus bawah pribumi yang tak berdaya melawan kekuasaan raksasa Eropa: maka Novel ketiga, jejak langkah adalah pengorganisasian perlawanan!

Minke memobilisasi segala daya untuk melawan bercokolnya kekuasaan Hindia yang sudah berabad-abad umurnya. Namun Minke tak memilih perlawanan bersenjata. Ia memilih jalan jurnalistik dengan membuat sebanyak-banyaknya bacaan pribumi. Yang paling terkenal tentu saja Medan Prijaji. Dengan koran ini, minke ingin mengembalikan agensi kepada rakyat pribumi tiga hal: meningkatkan boikot, berorganisai dan menghapuskan kebudayaan feodalistik.

Perpaduan jurnalistik dan organisasi, tak hanya membangkitkan nasionalisme disetiap kantong perlawanan di daerah, tapi juga menusuk para pembesar Belanda tepat di pusatnya. Itu pula modal awal negeri ini untuk besuara kepada dunia tentang apa yang sebenarnya terjadi di negeri angin selatan ini dibawah genggaman imperialisme negeri Angin utara. Lewat langkah jurnalistik, Minke berseru-seru: “Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar...