Jumat, 16 Oktober 2015

Guru (Honorer), Pahlawan Tanpa Tanda Apapun

Pada tahun 1862, Victor Hugo menulis sebuah karangan Epic berjudul Les Miserables. Dalam karangannya Hugo mengatakan ”Siapa tahu matahari seorang yang buta, matahari bisa begitu terang, tapi begitu jauh dan tak peduli kesengsaraan manusia. Kita dalam banyak hal sering kali bertindak seperti matahari dalam representasi Hugo, bisa begitu peduli namun disaat bersamaan begitu jauh dari kepedulian.
source: http://koranjurnal[dot]esy[dot]es
            Di Indonesia dewasa ini, di era kesadaran nasional sudah tumbuh dan berkembang, kita dengan mudahnya menyaksikan di televisi, baik analog maupun tv kabel, banyak gerakan kepemudaan yang muncul di berbagai bidang, tak terkecuali bidang pendidikan. Di satu sisi kita dibuat kagum dengan gerakan-gerakan kepedulian seperti Indonesia Mengajar, Kelas Inspirasi, Seribu Guru dan beragam gerakan kepedulian dalam dunia pendidikan lainnya. Kita mulai sadar bahwa meskipun secara konstitusional pendidikan adalah tanggung jawab negara. Namun secara moral, pendidikan adalah kewajiban kaum terdidik. Adakah mereka yang tergerak dalam beragam komunitas tersebut Pahlawan pendidikan?.
            Pahlawan memiliki banyak makna, namun dari beragam makna tentang kepahlawan yang ada, saya pribadi lebih menyepakati definisi pahlawan dalam makna yang disampaikan oleh Soe Hok Gie (1942-1949): ”Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi” (Catatan Seorang Demonstran, h. 93). Dalam kehidupan sekarang ini, saya melihat sosok pahlawan (local hero)  dalam definisi diatas, Pahlawan sebenarnya, made for mind dalam sosok guru honorer.

            Dunia pendidikan Indonesia, sedikit banyak terbantu akan kehadiran guru honerer yang ada di tiap-tiap daerah, dimana mereka mengabdi dalam berbagai keterbatasan tidak dalam hitungan hari  ataupun bulan, namun hampir setengah dari umur mereka dihabiskan untuk mendidik anak bangsa yang tak tersentuh pemerintah. Dan kita jangan pernah bertanya tanda jasa apa yang mereka dapat.
Jumlah Guru Indonesia
source: BPSDMPK-PMP, LSM Sapulidi, Maret 2015
Keterangan:
Guru Honda = Guru Honorer Daerah
GTT = Guru tidak tetap
GTY = Guru tetap yayasan


             Menurut sumber yang menyebutkan, bahwa jumlah tenaga pengajar di Indonesia saat ini mencapai 1,1 juta. Ini menunjukkan Indonesia masih kekurangan tenaga pengajar yang cukup banyak. Ketua umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mendesak pemerintah untuk meggaji guru honorer secara layak bila memang belum bisa mengangkat mereka menjadi pegawai negeri sipil
Ibu Yustati, seorang guru honorer di SD Negeri 85 Palembang
Source: dokumen pribadi
            Seperti yang saya saksikan sendiri disekolah dasar dikawasan 10 Ulu Palembang, Sumatra Selatan. Seorang perempuan paruh baya, berjalan dari menempuh jarak 8 KM pulang pergi untuk menajar, mendidik anak bangsa, Ibu Yustati memasuki usianya yang ke 43, lebih dari 20 tahun mengabdi sebagai guru honorer di Sekolah Dasar  Negri 85 Palembang. Pernah suatu ketika saya beranikan diri untuk bertanya : ”Maaf Bu Yustati, di usia pengabdian ibu yang lebih dari 20 tahun, berapa penghasilan yang ibu terima tiap bulannya?” ia jawab: ”alhamdulillah nak, 3 tahun terakhir mengalami peningkatan, sekarang hampir mencapai lima ratus ribu rupiah per bulan, sebelum itu sekitar tiga ratus ribu rupiah per bulan”.
Ibu Yustati sedang melakukan kegiatan Belajar Mengajar di kelas
Source: dokumen pribadi
            Lebih dari 20 tahun usia pengabdiannya, tiap bulan hanya memperoleh Rp.500.000/bulan artinya setiap hari dari ilmu dan usahanya, ia hanya dibayar tidak sampai Rp. 18.000/hari. Suatu kondisi yang perlu kita carikan solusi bersama. Kalau disatu sisi kita begitu mengagumi gerakan pendidikan kepemudaan yang membantu pendidikan, kenapa kita kurang mempedulikan salah satu komponen penting dalam pendidikan indonesia, Guru honorer. Benarlah mungkin keprihatinan Hugo yang ia tumpahkan dalam novel epicnya: Les Miserables.
Ibu Yustati, 20 tahun mengabdi sebagai guru honorer
source: dokumen pribadi
            Ibu Yustati adalah sosok local hero yang hadir dan terlupa, atau sengaja dilupakan. Dan saya yakin diberbagai macam daerah banyak sosok-sosok serupa Ibu Yustati yang mengabdikan hampir seluruh diusia produktifnya untuk mengajar, mendidik, mencerdakan anak bangsa. Mereka sosok pahlawan seperti yang disampaikan Soe Hok Gie, yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi. mereka tak punya bintang jasa, tanpa pangkat, tanpa tanda apapun.
  












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar...