Sabtu, 26 Maret 2011

Peta Intelektualisme (Islam) di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah yang panjang, dari zaman kerajaaan sriwijaya sampai majapahit, dari zaman penjajahan sampai dengan zaman reformasi sampai sekarang, Indonesia telah bergumul dengan berbagai peradaban dan agama, kerajaan sriwijaya dan majapahit pernah menjadi pusat pendidikan agama Budha, zaman penjajahan dari Belanda dan sekutunya selama hampir tiga setengah abad sedikit benyak telah mengimpor kristen dari eropa, di sela-sela itu dari samudra pasai di semenanjung Aceh telah masuk peradaban Islam yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan sebagian wilayah timur tengah.

Sejarah telah menggambarkan peradaban yang silih berganti tersebut pada akhirnya membawa penduduk Indonesia menajdi bangsa yang kaya baik budaya dan kepercayaan, tak dapat dipungkiri pula Islam lah yang sampai sekarang tetap menjadi kepercayaan terbesar penduduk Indonesia, mungkin karena pada awal datangnya Islam dibawa bukan bersamaan dengan datangnya bangsa penjajah tetapi karena pendekatan sosio-kultural seperti perdagangan dan persaudaraan.

Perjalanan panjang islam di Indonesia telah mewarnai dan juga menjadi gerakan pembebasan serta simbol perlawanan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, di awal kedatangannya Islam yang dikembangkan para wali mampu memerdekakan masyarakat Indonesia dari budaya syrik, animisme dan dinamisme, dengan pendekatan budaya, seperti pewayangan, syair, tarian dan lain sebagainya. Lalu diakhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh satu, Islam berperan besar dalam upaya memerdekan Indonesia dalam rangka membebaskan dari penjajah, tokoh-tokoh Islam seperti Haji Agus Salim, HOS Tjokroaminoto telah berhasil untuk menggalang kekuatan awal untuk memersatukan Indonesia dengan jong islamieten bond –nya lalu muncul tokoh tokoh seperti Muhammad Natsir, Roem, di periode itu, tokoh muda seperti Bung Tomo dan jenderal Soedirman pun ikut mewarnai perjuangan Indonesia sampai meraih kemerdekaan. Dan patut dicatat dua proklamator Indonesia dapat dikatakan pula intelektual Islam, Soekarno merupakan kader Muhammadiyah sedangkan Hatta merupakan pribadi yang islamis.

Pada masa itu selain intelektual – intelektual yang mampu mewarnai perjuangan dalam membangun kekuatan politik, jangan pula melupakan sosok Ahmad Dahlan yang dengan Muhammadiyah nya sampai sekarang dapat kita nikmati amal – amal sosial yang begitu banyak dalam bentuk pendidikan dan rumah sakit serta Hasyim Asyari yang telah membangun Nahdathul Ulama.

Tampaknya patut kita sesalkan mungkin karena tokoh – tokoh diatas  sangat jarang meninggalkan jejak ijtihad dan pemikirannya dalam bentuk tulisan mungkin karena pada periode itu masih dalam masa peralihan yang menyita perhatian yang besar. Jika kita buat pengecualian, mugkin nama Muhammad Natsir lah  yang masih dapat kita nikmati ragam pemikirannya dalam karya-karya itupun karena ia pensiun dini karena diasingkan dalam sejarah politik Indonesia.

Lalu muncul era pembaharuan dengan lahirnya Hamka, sosok intelektual/ulama ataupun ulama/intelektual yang juga seorang sastrawan dan penulis, Hamka telah banyak meninggalkan karya  karya nya baik berupa buku, roman, novel bahkan karyanya Tasawuf Modern telah mengalami cetak ulang sampai puluhan kali, ia juga berhasil menyelesaikan tafsir Al Azharnya ketika dalam penjara era orde lama, selain era Hamka maka kita temukan sosok pemikir dan pejuang pada diri Abdurahman Wahid, Nurcholis Majid, Amien Rais serta Syafii Maarif, karya dan perjuangan mereka dalam rangka membebaskan umat dari kebekuan berfikir patut di apresiasi. Gus dur telah mampu mendobrak kebekuan Nahdathul Ulama setelah sempat dileburkan karena sempat ikut dalam politik praktis pada era orde lama, pada masa itu pula Amien Rais dan Syafii Maarif bahu membahu dalam menegakkan panji panji perjuangan islam di Muhammadiyah serta Nurcholis Majid dengan kerangka mengembalikan islam ke fitrahnya dalam bingkai Rahmatan Lil alamin nya.

Tidak salah memang menyamakan tokoh –tokoh intelektual Indonesia dengan tokoh – tokoh yang telah mendunia seperti mensejajarkan peran H, Agus Salim dengan Jamaludin Al-afgani, Muhammad Natsir dengan Rasyid Ridho dan lain sebagainya.  

Tampaknya islam jika ditijau dari perspktif masa depan masih mebutuhkan tokoh – tokoh pembaharu, pemikir dan pejuang untuk terus mampu membawa agama langit ini sebagai sumber kehidupan di bumi indonesia ini, sosok – sosok pejuang serasa tetap hidup dengan pemikiran – pemikirannya yang tetap berpengaruh hingga saat ini, dan tugas umat islam saat ini adalah tetap mencoba meneruskan perjuangan mereka dengan  cara mempelajari pemikiran mereka dengan sikap kritis dan mampu diterjemahkan untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sekarang ini, dibutuhkan usaha yang tidak kecil memang, bahkan dibutuhkan jihad yang luar biasa, dalam arti jihad yang seluas – luasnya.

Wallahualam.

Semoga mencerahkan.....
Muhammad Aldrin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar...